A. PENGERTIAN LEMBAGA KEUANGAN
Perusahaan merupakan kombinasi dan berbagai sumber daya ekonorni (resources) seperti alam, tenaga kerja, modal, dan manajemen (managerial skill) dalam memproduksi barang dan jasa untuk mencapai hijuan tertentu. Berbagai tujuan perusahaan antara lain: untuk memperol eh keuntungan maksimal, menjamin kelangsungan hidup perusahaan, memenuhi kehutuhan masyarakat, menciptakan kesempatan kerja, dan heberapa ahli manajemen keuangan mengemukakan tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham.
Secara umum perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
· pertama perusahaan keuangan (financial enterprise) dan
· kedua, perusahaan bukan keuangan (non financial enterprise). Perusahaan bukan keuangan merupakan perusahaan manufaktur yang menghasilkan produk berupa barang rnisalnya: mobil, baja. komputer dan atau perusahaan yang menyediakan jasa-jasa non keuangan misalnya: transportasi dan pembuatan program komputer. Sedangkan perusahaan keuangan, umurnnya lebih dikenal dengan istilah lembaga keuangan (financial institution), yaitu perusahaan yang menyediakan jasa-jasa yang berkaitan dengan keuangan
1) Transformasi atau perpindahan aset keuangan melalui pasar.
Yaitu perpindahan dana dan pihak yang mengalami kelehihan dana (surplus) kepada pihak yang mengalami kekurangan dana (deficit). Hal ini merupakan fungsi yang di lakukan oleb perantara keuangan (financial intermediaries) yang ini merupakan peranan penting dan lembaga keuangan. Pelayanan jasa dilakukan oleh bank, perusahaan asuransi, dana pensiun dan perusahaan pembiayaan.
2) Perdagangan aset keuangan atas nama pelanggan.
Pelayanan jasa yang dilakukan oleh pialang (hi-oker) untuk meniheli atau menjual sekuritas atas perintah pelanggannya.
3) Perdagangan aset keuangan unluk kepentingn perusahaan sendiri
Pelayanan jasa yang dilakukan oleh perusahaan efek (dealer) untuk membeli alan menjual sekuritas untuk kepentingan perusahaan sendiri.
4)membantu pembuatan aset keuangan untuk pelanggan, dan menjual aset keuangan tersebut kepada pelaku pasar lainnya. Pelayanan jasa yang dilakukan oleh perusahaan penjamin dalam emisi saham.
5) Menyediaan konsultasi investasi kepada pelaku pasar yang lain.
6) Mengelola portofolio para pelaku pasar lain (Fabozzi, 1994: 19).
Lembaga keuangan (financial institution) dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang aset utamanya berbentuk aset keuangan (financial assets) maupun tagihantagihan (claims) yang dapat berupa saham (stocks), obligasi (bonds) dan pinjaman (loans), daripada berupa aktiva riil misalnya bangunan, perlengkapan (equipment) dan bahan baku (Rose & Frasser, 1988 : 4).
Menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, yang dimaksud lembaga keuangp adalah semua badan yang rnelalui kegiatan-kegiatan di bidang keuangan nienarik uang dan masyarakat dan menyalurkan uang tersehut kembali ke masyarakat. Lembaga keuangan menyalurkan kredit kepada nasabab atau nienginvestasikan dananya dalam surat berharga di pasar keuangan (flnauial market). lembaga keuangan juga menawarkan bermacam – macam jasa keuangan mulai dan perlindungan asuransi, menjual program pensiun sampai dengan penyimpanan barang-barang berharga dan penyediaan suatu mekanisme untuk pemhayaran dana dan transfer dana.
Proses transfer dana yang terjadi antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) kepada pihak yang memhutuhkan dana (deficit unit) pada umumnya sangat mernenlukan perantara atau mediator lembaga keuangan. Proses intermediasi tersebut memberikan lua manifaat utatna.
· Pertama, memberikan kesenipatan kepada pihak surplus unit untuk menanamkan dananya dan memperoleh keuntungan, sehingga membantu memobilisasi dana supaya tidak menganggur.
· Kedua, proses tersehut akan rnernindahkan risiko dan pcnahung yailii dan surplus unit kepada lciiihaga kcuangan alan kcpada pcmakai dana (deficit urii). .ladi keberadaan lembaga keuangan tersebul dirnaksudkan agar proses alokasi atan transfer dana dan pihak surplus unit kepada piliak deficit unit hisa herjalan lehib efisien
Lembaga keuangan dalam duniakeuanganbertindak selaku lembaga yang menyediakan jasa keuangan bagi nasabahnya, dimana pada umumnya lembaga ini diatur oleh regulasi keuangan dari pemerintah. Bentuk umum dari lembaga keuangan ini adalah termasuk perbankan, building society ( sejenis koperasi di Inggris) , Credit union, pialang saham, aset manajemen, modal ventura, koperasi, asuransi, dana pensiun,pegadaian
dan bisnis serupa. Di Indonesia lembaga keuangan ini dibagi kedalam 2
kelompok yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank
(asuransi,pegadaian,perusahaan sekuritas,lembaga pembiayaan,dll).
Fungsi Lembaga keuangan ini menyediakan jasa sebagai perantara antara pemilik modal dan pasar uang yang bertanggung jawab dalam penyaluran dana dari investor kepada perusahaan yang membutuhkan dana tersebut. Kehadiran lembaga keuangan inilah yang memfasilitasi arus peredaran uang dalam perekonomian, dimana uang dari individu investor dikumpulkan dalam bentuk tabungan, sehingga resiko dari para investor ini beralih pada lembaga keuangan yang kemudian menyalurkan dana tersebut dalam bentuk pinjaman utang kepada yang membutuhkan . Ini adalah merupakan tujuan utama dari lembaga penyimpan dana untuk menghasilkan pendapatan.
Jasa keuangan adalah suatu istilah yang digunakan untuk merujuk jasa yang disediakan oleh industrikeuangan. Jasa keuangan juga digunakan untuk merujuk pada organisasi yang menangani pengelolaan dana. Bank, bank investasi, perusahaan asuransi, perusahaan kartu kredit, perusahaan pembiayaan konsumen, dan sekuritas adalah contoh-contoh perusahaan dalam industri ini yang menyediakan berbagai jasa yang terkait dengan uang dan investasi. Jasa keuangan adalah industri dengan pendapatan terbesar di dunia; pada tahun 2004. industri ini mewakili 20% kapitalisasi pasar dari S&P 500
B. PERANAN LEMBAGA KEUANGAN
Lembaga keuangan sebagai badan yang melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan mempunyai peranan sehagai berikut:
1) Pengalihan aset (assets Transmutation)
2) Likuiditas (liquidity)
3) Alokasi pendapatan (incon allocation)
4) Trans’aksi atan transaction (Ycager & Seitz, 1 )89 : 5)
1. Pengalilian Aset (Asset Transfer)
Lembaga
keuangan memiliki aset dalam bentuk “janji—janji untuk membayar” atau
dapat diartikan sebagai pinjaman kepada pihak lain dengan jangka waktu
yang diatur sesuai dengan kehutuhan perninjam. Dana pembiayaan asset
tersehut diperoleh dari tabungan masyarakat. Dengan demikian lembaga
keuangan sebcnarnya hanyalah mengalihkan atau mernindahkan kewaiban
penlinjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu jattih letnpo
sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi suatu
aset disebut transmutasi kekayaan atau asset transimutation.
2. Likuiditas (liquidity)
Likitiditas
berkaitan dengan kemainpuan untuk rnemperoleh uang tunai pada saat
dihutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder dibeli sektor usaha dan rumah
tangga terutama dirnaksudkan untuk tujuan likuiditas. Sekuritas sekunder
seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito yang diterbitkan bank
umum memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang tinggi, di samping
tambahan pendapatan.
3. Realokasi Pendapatan (income reallocation)
Dalam
kenyataannya di niasyarakat banyak individu merniliki penghasilan yang
memadal dan nienyadari bahwa di masa datang mereka akan pensiun sehingga
pendapatannya jelas akan berkurang. Tintuk rnenghadapi masa yang akan
dating tersehut mereka menyisihkan atau inerealokasikan pendapatannya
untuk persiapan di masa yang akan datang. Untuk melakukan hal tersebut
pada prinsipnya mereka dapat saja niembeli atau menyimpan barang
rnisalnya : tanab, rumah dan sebagainya, namun pemilikan sekuritas
sekunder yang dikeluarkan lembaga keuangan, misalnya program tahungan,
deposito, program pcnsiun, polis asuransi atau saharn-saham adalah jauh
lebih balk jika dihandingkan dengan alteniatif pertama.
4. Transaksi (transaction)
Sekuritas
sekunder yang diterbitkan oleh lembaga intermediasi keuangan misalnya
rekening giro, tabungan, (leposito dan sehagainya, nicrupakan hagian dan
sistem pembayaran. Giro atau rekening tabungan tertentu yang ditawarkan
bank pada prinsipnya dapat berfungsi sehagal narig. Produk-produk
tabungan tersebut dibeli oleh rumah tangga dan unit usaha untuk
rnernperrnudah mereka melakukan penukaran barang dan jasa. Dalam ha!
tertentu, unit ekonomi membeli sekuritas sekunder (misalnya giro) untuk
mempermudah penyelesaian transaksi keuangannya sehari-hari.
Dengan
demikian lembaga keuangan berperan sebagai lembaga perantara keuangan
yang nienyediakan jasa—jasa untuk mepermudah transaksi moneter.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PENINGKATAN PERANAN LEMBAGA KEUANGAN
Ada beberapa faktor yang mendorong peningkatan peranan lembaga keuangan(Rose & Frasser, 1988 : 13), yaitu:
1) Besarnya
peningkalan pendapatan masyarakat kelas menengah Keluarga dan individu
dengan pendapatan yang cukup terutarna dan kalangan menengah memiliki
sejumlah bagian pendapatan untuk ditabung setiap tahunnya. Lembaga
keuangan menyedtakan saraiia atau sahiran yang menguntungkan untuk
tabungan mereka.
2) Pesatnya
perkembangan industri dan teknologi : Lembaga keuangan telah
memperlihatkan dan merniliki kemampuan untuk memenuhi sernua kebutuhan
modal alan dana sektor industri yang hiasanya dalain jumlah besar yang
bersumber dan para penabung.
3) Besarnya
denominasi instrumen keuangan menyebabkan sulitnya penabung kecil
memperoleh akses. Ada beberapa jenis surat berharga yang menarik dan
pinjaman di pasar uang tidak dapat dimasuki atau diperoleh penabung
kecil akibat denominasinya yang demikian besar. Namun demikian dengan
menghimpun dana dan banyak penabung, lenihaga keuangan dapat memberikan
kesempatan bagi penabung kecil untuk memperoleh instrumen keuangan yang
menarik tersehut.
4) Skala
ekonomi dan ruang lingkup dalam produksi dan distribusi jasa-jasa
keuangan Dengan mengkombinasikan sumber-sumber dalam memproduksi
herbagai jenis jasa-jasa keuangan dalam jumlah besar, maka biaya jasa
per unit dapat ditekan serendah mungkin, yang memberikan lembaga
keuangan suatu keunggulan kompetitif (competitif advantage) terhadap
pihak-pihak lain yang menawarkan jasa keuangan.
5) Lembaga
keuangan menjual jasa-jasa likuiditas yang unik, mengurangi biaya
likuiditas bagi nasahahnya. Ketidakpastian arus kas unit usaha
perusahaan dan individu-individu, akan membahayakan kondisi mereka bila
tidak dalam keadaan likuid saat kas sangat dibutuhkan, sehingga dapat
dikenakan denda (penalty cost). Untuk inernenuhi kebutuhan tersebut
lembaga keuangan menjual jasa-jasa likuiditas, misalnya deposito.
6) Keuntungan
jangka panjang Lembaga keuangan dapat memperoleh sumber dana atau
meminjam uang dan penabung dengan tingkat bunga yang relatif lebih
rendah kernudian meminjamkannya dengan tingkat hunga yang lebih tinggi
untuk jangka waktu yang Iebih panjang kepada nasahah debitur, Keuntimgan
atau spread antara biaya dana di satu pihak dan tingkat bunga kredit
cenderung bergerak bersamaan, naik atau turun.
7) Risko
yang lebih kecil: Pengawasan dan pengattiran pemerintah dan adanya
program asuransi menyebabkan risiko atas simpanan pada lembaga keuangan
menjadi lcbih kecil dan investasi lain.
Bank adalah sebuah tempat di mana uang disimpan dan dipinjamkan.
Menurut
Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tanggal 10
November 1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidur rakyat
banyak.
Dari
pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas lagi bahwa bank
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya
aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.
Fungsi utama dari bank adalah menyediakan jasa menyangkut penyimpanan nilai dan perluasan kredit. Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang di mana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan. Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank.
Lisensi bank diberikan oleh otoriter supervisi keuangan dan memberikan
hak untuk melakukan jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
Kata bank berasal dari bahasa Italia banca atau uang. Biasanya bank menghasilkan untung dari biaya transaksi atas jasa yang diberikan dan bunga dari pinjaman.
Sejarah Perbankan
Asal Mula Kegiatan Perbankan
Sejarah mencatat asal mula dikenalnya kegiatan perbankan adalah pada zaman kerajaan tempo dulu di daratan Eropa. Kemudian usaha perbankan ini berkembang ke Asia Barat oleh para pedagang. Perkembangan perbankan di Asia, Afrika
dan Amerika]] dibawa oleh bangsa Eropa pada saat melakukan penjajahan
ke negara jajahannya baik di Asia, Afrika maupun benua Amerika. Bila
ditelusuri, sejarah dikenalnya perbankan dimulai dari jasa penukaran uang.
Sehingga dalam sejarah perbankan, arti bank dikenal sebagai meja tempat
penukaran uang. Dalam perjalanan sejarah kerajaan tempo dulu mungkin
penukaran uangnya dilakukan antar kerajaan yang satu dnegan kerajaan
yang lain. Kegiatan penukaran ini sekarang dikenal dengan nama Pedagang Valuta Asing (Money Changer).
Kemudian dalam perkembangan selanjutnya, kegiatan operasional perbankan
berkembang lagi menjadi tempat penitipan uang atau yang disebut
sekarang ini kegiatan simpanan. Berikutnya kegiatan perbankan bertambah
dengan kegiatan peminjaman uang. Uangyang disimpan oleh masyarakat, oleh
perbankan dipinjamkan kembali kepada masyarakatyang membutuhkannya.
Jasa-jasa bank lainnya menyusul sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
Sejarah Perbankan di Indonesia
Sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada masa itu terdapat beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda. Bank-bank yang ada itu antara lain:
- De Javasce NV.
- De Post Poar Bank.
- De Algemenevolks Crediet Bank.
- Nederland Handles Maatscappi (NHM).
- Nationale Handles Bank (NHB).
- De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik orang Indonesia dan orang-orang asing seperti dari Tiongkok, Jepang, dan Eropa. Bank-bank tersebut antara lain:
- Bank Nasional indonesia.
- Bank Abuan Saudagar.
- NV Bank Boemi.
- The Chartered Bank of India.
- The Yokohama Species Bank.
- The Matsui Bank.
- The Bank of China.
- Batavia Bank.
Di
zaman kemerdekaan, perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang
lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia.
Bank-bank yang ada di zaman awal kemerdekaan antara lain:
- Bank Negara Indonesia, yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 yang sekarang dikenal dengan BNI ’46.
- Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal dar De Algemenevolks Crediet Bank atau Syomin Ginko.
- Bank Surakarta Maskapai Adil Makmur (MAI) tahun 1945 di Solo.
- Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
- Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
- Indonesian Banking Corporation tahun 1947 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank Amerta.
- NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
- Bank Dagang Indonesia NV di Samarinda tahun 1950 kemudian merger dengan Bank Pasifik.
- Bank Timur NV di Semarang berganti nama menjadi Bank Gemari. Kemudian merger dengan Bank Central Asia (BCA) tahun 1949.
Di Indonesia, praktek perbankan sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan. Lembaga keuangan berbentuk bank di Indonesia berupa Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), Bank Umum Syari’ah, dan juga BPR Syari’ah (BPRS).
Masing-masing bentuk lembaga bank tersebut berbeda karakteristik dan fungsinya.
Sejarah Bank Pemerintah
Seperti diketahu bahwa Indonesia mengenal dunia perbankan dari bekas penjajahnya, yaitu Belanda. Oleh karena itu, sejarah perbankanpun tidak lepas dari pengaruh negara yang menjajahnya baik untuk bank pemerintah maupun bank swasta nasional. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat sejarah bank-bank milik pemerintah, yaitu:
- Bank Sentral
Bank Sentral di Indonesia adalah Bank Indonesia (BI) berdasarkan UU No 13 Tahun 1968. Kemudian ditegaskan lagi dnegan UU No 23 Tahun 1999.Bank ini sebelumnya berasal dari De Javasche Bank yang di nasionalkan di tahun 1951. - Bank Rakyat Indonesia dan Bank Expor Impor
Bank ini berasal dari De Algemene Volkscrediet Bank, kemudian di lebur setelah menjadi bank tunggal dengan nama Bank Nasional Indonesia (BNI) Unit II yang bergerak di bidang rural dan expor impor (exim), dipisahkan lagi menjadi:
1. Yang membidangi rural menjadi Bank Rakyat Indonesia dengan UU No 21 Tahun 1968.
2. Yang membidangi Exim dengan UU No 22 Tahun 1968 menjadi Bank Expor Impor Indonesia.
- Bank Negara Indonesia (BNI ’46)
Bank ini menjalani BNI Unit III dengan UU No 17 Tahun 1968 berubah menjadi Bank Negara Indonesia ’46. - Bank Dagang Negara(BDN)
BDN berasal dari Escompto Bank yang di nasionalisasikan dengan PP No 13 Tahun 1960, namun PP (Peraturan Pemerintah) ini dicabut dengan diganti dengan UU No 18 Tahun 1968 menjadi Bank Dagang Negara. BDN merupakan satu-satunya Bank Pemerintah yangberada diluar Bank Negara Indonesia Unit. - Bank Bumi Daya (BBD)
BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Hendles Bank, kemudian menjadi Nationale Hendles Bank, selanjutnya bank ini menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV dan berdasarkan UU No 19 Tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya. - Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo)
- Bank Pembangunan Daerah (BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat I. Dasar hukumnya adalah UU No 13 Tahun 1962. - Bank Tabungan Negara (BTN)
BTN berasal dari De Post Paar Bank yang kemudian menjadi Bank Tabungan Pos tahun 1950. Selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia Unit V dan terakhir menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No 20 Tahun 1968. - Bank Mandiri
Bank Mandiri merupakan hasil merger antara Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dan Bank Expor Impor Indonesia (Ban Exim). Hasil merger keempat bank ini dilaksanakan pada tahun 1999.
Sejarah BI
Kelembagaan
Sejarah
kelembagaan Bank Indonesia dimulai sejak berlakunya Undang-Undang (UU)
No. 11/1953 tentang Penetapan Undang-Undang Pokok Bank Indonesia pada
tanggal 1 Juli 1953. Dalam melakukan tugasnya sebagai bank sentral, Bank
Indonesia dipimpin oleh Dewan Moneter, Direksi, dan Dewan Penasehat. Di
tangan Dewan Moneter inilah, kebijakan moneter ditetapkan, meski
tanggung jawabnya berada pada pemerintah. Setelah sempat dilebur ke
dalam bank tunggal, pada masa awal orde baru, landasan Bank Indonesia
berubah melalui UU No. 13/1968 tentang Bank Sentral. Sejak saat itu,
Bank Indonesia berfungsi sebagai bank sentral dan sekaligus membantu
pemerintah dalam pembangunan dengan menjalankan kebijakan yang
ditetapkan pemerintah dengan bantuan Dewan Moneter. Dengan demikian,
Bank Indonesia tidak lagi dipimpin oleh Dewan Moneter. Setelah orde baru
berlalu, Bank Indonesia dapat mencapai independensinya melalui UU No.
23/1999 tentang Bank Indonesia yang kemudian diubah dengan UU No.
3/2004. Sejak saat itu, Bank Indonesia memiliki kedudukan khusus dalam
struktur kenegaraan sebagai lembaga negara yang independen dan bebas
dari campur tangan pemerintah dan/atau pihak-pihak lain. Namun, dalam
melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan
transparan, Bank Indonesia harus mempertimbangkan pula kebijakan umum
pemerintah di bidang perekonomian.
Moneter
Setelah
berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter di Indonesia secara umum
ditetapkan oleh Dewan Moneter dan pemerintah bertanggung jawab atasnya.
Mengingat buruknya perekonomian pasca perang, yang ditempuh pertama kali
dalam bidang moneter adalah upaya perbaikan posisi cadangan devisa
melalui kegiatan ekspor dan impor. Pada periode ekonomi terpimpin,
pembiayaan deficit spending keuangan negara terus meningkat, terutama
untuk membiayai proyek politik pemerintah. Laju inflasi terus membumbung
tinggi sehingga dilakukan dua kali pengetatan moneter, yaitu tahun 1959
dan 1965. Lepas dari periode tersebut pemerintah memasuki masa
pemulihan ekonomi melalui program stabilisasi dan rehabilitasi yang
kemudian diteruskan dengan kebijakan deregulasi bidang keuangan dan
moneter pada awal 1980-an. Di tengah pasang surutnya kondisi
perekonomian, lahirlah berbagai paket kebijakan ekonomi yang bertujuan
untuk memperkuat struktur perekonomian Indonesia.
Mulai
pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi moneter menerpa Indonesia. Nilai
tukar rupiah melemah, sistem pembayaran terancam macet, dan banyak
utang luar negeri yang tak terselesaikan. Berbagai langkah ditempuh,
mulai dari pengetatan moneter hingga beberapa program pemulihan IMF yang
diperoleh melalui beberapa Letter of Intent (LoI) pada tahun 1998.
Namun akhirnya masa suram dapat terlewati. Perekonomian semakin membaik
seiring dengan kondisi politik yang stabil pada masa reformasi. Sejalan
dengan itu, tahun 1999 merupakan tonggak bersejarah bagi Bank Indonesia
dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3/2004. Dalam
undang-undang ini, Bank Indonesia ditetapkan sebagai lembaga tinggi
negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. Sesuai
undang-undang tersebut, Bank Indonesia diwajibkan untuk menetapkan
target inflasi yang akan dicapai sebagai landasan bagi perencanaan dan
pengendalian moneter. Selain itu, utang luar negeri berhasil dijadwalkan
kembali dan kerjasama dengan IMF diakhiri melalui Post Program
Monitoring (PPM) pada 2004.
Perbankan
Saat
kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal
17 Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh
struktur kolonial. Bank-bank asing masih merajai kegiatan perbankan
nasional, sementara peranan bank-bank nasional dalam negeri masih
terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirnya Bank Indonesia pada
tahun 1953, pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De
Javasche Bank adalah bank asing pertama yang dinasionalisasi dan
kemudian menjelma menjadi BI sebagai bank sentral Indonesia. Beberapa
tahun kemudian, seiring dengan memanasnya hubungan RI-Belanda, dilakukan
nasionalisasi atas bank-bank milik Belanda. Berikutnya, sistem ekonomi
terpimpin telah membawa bank-bank pemerintah kepada sistem bank tunggal
yang tidak bertahan lama. Orde baru datang membawa perubahan dalam
bidang perbankan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 14/1967 tentang
Pokok-Pokok Perbankan. Mulai saat itu, sistem perbankan berada dalam
kesatuan sistem dan kesatuan pimpinan, yaitu melalui pengawasan dan
pembinaan Bank Indonesia. Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah,
dalam kurun waktu 1971-1972 melaksanakan kebijakan penertiban bank
swasta nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional,
karena jumlahnya terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas
bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen. Selain
itu, Bank Indonesia juga menyediakan dana yang cukup besar melalui
Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) untuk program-program Kredit
Investasi Kecil (KIK)/Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit
Investasi (KI), Kredit Mahasiswa Indonesia (KMI), Kredit Koperasi
(Kakop), Kredit Profesi Guru (KPG), dan sebagainya. Dengan langkah ini,
BI telah mengambil posisi sebagai penyedia dana terbesar dalam
pembangunan ekonomi di luar dana APBN.
Industri
perbankan Indonesia telah menjadi industri yang hampir seluruh aspek
kegiatannya diatur oleh pemerintah dan BI. Regulasi tersebut menyebabkan
kurangnya inisiatif perbankan. Tahun 1983 merupakan titik awal BI
memberikan kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan suku bunga, baik
kredit maupun tabungan dan deposito. Tujuannya adalah untuk membangun
sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Kebijakan selanjutnya
merupakan titik balik dari kebijakan pemerintah dalam penertiban
perbankan tahun 1971-1972 dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan
Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88), yaitu kemudahan pemberian ijin
usaha bank baru, ijin pembukaan kantor cabang, dan pendirian Bank
Perkreditan Rakyat (BPR).
Pada
periode selanjutnya, perbankan nasional mulai menghadapi masalah
meningkatnya kredit macet. Hal ini sejalan dengan meningkatnya pemberian
kredit oleh perbankan terutama untuk sektor properti. Keadaan ekonomi
mulai memanas dan tingkat inflasi mulai bergerak naik.
Ketika
krisis moneter 1997 melanda, struktur perbankan Indonesia porak
poranda. Pada tanggal 1 November 1997, dikeluarkan kebijakan pemerintah
yang melikuidasi 16 bank swasta. Hal ini mengakibatkan kepanikan di
masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia turun mengatasi keadaan
dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) atas dasar kebijakan
yang ditetapkan pemerintah. Selain itu, berbagai tindakan
restrukturisasi dijalankan oleh Bank Indonesia bersama pemerintah.
Sistem Pembayaran
Sistem
pembayaran di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu sistem pembayaran
tunai dan non tunai. Dalam Undang-Undang (UU) No. 11/1953 ditetapkan
bahwa Bank Indonesia (BI) hanya mengeluarkan uang kertas dengan nilai
lima rupiah ke atas, sedangkan pemerintah berwenang mengeluarkan uang
kertas dan uang logam dalam pecahan di bawah lima rupiah. Uang kertas
pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah uang kertas bertanda tahun 1952
dalam tujuh pecahan. Selanjutnya, berdasarkan UU No. 13/1968, BI
mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang kertas dan uang logam
sebagai alat pembayaran yang sah dalam semua pecahan. Sejak saat itu,
pemerintah tidak lagi menerbitkan uang kertas dan uang logam. Uang logam
pertama yang dikeluarkan oleh BI adalah emisi tahun 1970. Pada era
1990-an, BI mengeluarkan uang dalam pecahan besar, yaitu Rp 20.000
(1992), Rp 50.000 (1993), dan Rp 100.000 (1999). Hal itu dilakukan guna
memenuhi kebutuhan uang pecahan besar seiring dengan perkembangan
ekonomi yang tengah berlangsung saat itu.
Sementara
itu, dalam bidang pembayaran non tunai, BI telah memulai langkahnya
dengan menetapkan diri sebagai kantor perhitungan sentral menjelang
akhir tahun 1954. Sebagai bank sentral, sejak awal BI telah berupaya
keras dalam pengawasan dan penyehatan sistem pembayaran giral. BI juga
terus berusaha untuk menyempurnakan berbagai sistem pembayaran giral
dalam negeri dan luar negeri. Pada periode 1980 sampai dengan 1990-an,
pertumbuhan ekonomi semakin membaik dan volume transaksi pembayaran non
tunai juga semakin meningkat. Oleh karena itu, BI mulai menggunakan
sistem yang lebih efektif dan canggih dalam penyelesaian transaksi
pembayaran non tunai. Berbagai sistem seperti Semi Otomasi Kliring Lokal
(SOKL) dengan basis personal computer dan Sistem Transfer Dana Antar
Kantor Terotomasi dan Terintegrasi (SAKTI) dengan sistem paperless
transaction terus dikembangkan dan disempurnakan. Akhirnya, BI berhasil
menciptakan berbagai perangkat sistem elektronik seperti BI-LINE, Sistem
Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ), Real Time Gross Settlement (RTGS),
Sistem Informasi Kliring Jarak Jauh (SIKJJ), kliring warkat antar
wilayah kerja (intercity clearing), dan Scriptless Securities Settlement
System (S4) yang semakin mempermudah pelaksanaan pembayaran non tunai
di Indonesia.
Gubernur Bank Indonesia (1953 – sekarang)
Mr. Sjafruddin Prawiranegara Masa Jabatan : 1953 – 1958
Mr. Loekman Hakim Masa Jabatan : 1958 – 1959
Mr. Soetikno Slamet Masa Jabatan : 1959 – 1960
Mr. Soemarno Masa Jabatan : 1960 – 1963
T. Jusuf Muda Dalam Masa Jabatan : 1963 – 1966
Radius Prawiro Masa Jabatan : 1966 – 1973
Rachmat Saleh Masa Jabatan : 1973 – 1983
Arifin Siregar Masa Jabatan : 1983 – 1988
Adrianus Mooy Masa Jabatan : 1988 – 1993
J. Soedradjad Djiwandono Masa Jabatan : 1993 – 1998
Sjahril Sabirin Masa Jabatan : 1998 – 2003
Burhanuddin Abdullah Masa Jabatan : 2003 – sekarang
Mr. Sjafruddin Prawiranegara Masa Jabatan : 1953 – 1958
Mr. Loekman Hakim Masa Jabatan : 1958 – 1959
Mr. Soetikno Slamet Masa Jabatan : 1959 – 1960
Mr. Soemarno Masa Jabatan : 1960 – 1963
T. Jusuf Muda Dalam Masa Jabatan : 1963 – 1966
Radius Prawiro Masa Jabatan : 1966 – 1973
Rachmat Saleh Masa Jabatan : 1973 – 1983
Arifin Siregar Masa Jabatan : 1983 – 1988
Adrianus Mooy Masa Jabatan : 1988 – 1993
J. Soedradjad Djiwandono Masa Jabatan : 1993 – 1998
Sjahril Sabirin Masa Jabatan : 1998 – 2003
Burhanuddin Abdullah Masa Jabatan : 2003 – sekarang
Tujuan jasa perbankan
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara.
Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama, sebagai
penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah. Untuk
ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu.
Kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah
dan meminjamkannya kepada pihak yang membutuhkan dana, berarti bank
meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang lebih
produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara
akan menngkat. Tanpa adanya arus dana ini, uang hanya berdiam di saku
seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat
dibangun karena mereka tidak memiliki dana pinjaman.
Jenis Bank & Definisi
Secara
umum bank adalah suatu badan usaha yang memiliki wewenang dan fungsi
untuk untuk menghimpun dana masyarakat umum untuk disalurkan kepada yang
memerlukan dana tersebut. Berikut di bawah ini adalah macam-macam dan
jenis-jenis bank yang ada di Indonesia beserta arti definisi /
pengertian masing-masing bank.
Jenis-Jenis Bank :
1. Bank Sentral
Bank
sentral adalah bank yang didirikan berdasarkan Undang-undang nomor 13
tahun 1968 yang memiliki tugas untuk mengatur peredaran uang, mengatur
pengerahan dana-dana, mengatur perbankan, mengatur perkreditan, menjaga
stabilitas mata uang, mengajukan pencetakan / penambahan mata uang
rupiah dan lain sebagainya. Bank sentral hanya ada satu sebagai pusat
dari seluruh bank yang ada di Indonesia.
2. Bank Umum
Bank
umum adalah lembaga keuangan yang menawarkan berbagai layanan produk
dan jasa kepada masyarakat dengan fungsi seperti menghimpun dana secara
langsung dari masyarakat dalam berbagai bentuk, memberi kredit pinjaman
kepada masyarakat yang membutuhkan, jual beli valuta asing / valas,
menjual jasa asuransi, jasa giro, jasa cek, menerima penitipan barang
berharga, dan lain sebagainya.
3. Bank Perkreditan Rakyat / BPR
Bank
perkreditan rakyat adalah bank penunjang yang memiliki keterbatasan
wilayah operasional dan dana yang dimiliki dengan layanan yang terbatas
pula seperti memberikan kridit pinjaman dengan jumlah yang terbatas,
menerima simpanan masyarakat umum, menyediakan pembiayaan dengan prinsip
bagi hasil, penempatan dana dalam sbi / sertifikat bank indonesia,
deposito berjangka, sertifikat / surat berharga, tabungan, dan lain
sebagainya.
Sejak
diberlakukannya Undang-Undang nomor 10 tahun 1998, jenis bank dapat
dibedakan menjadi Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat.
1. Bank Umum
Bank Umum
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan
atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalulintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum. Bank
Umum sering juga disebut Bank Komersial. Usahausaha bank umum yang
utama antara lain:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. memindahkan uang;
e. menempatkan dana pada atau meminjamkan dana dari bank lain;
f. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga;
g. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. memindahkan uang;
e. menempatkan dana pada atau meminjamkan dana dari bank lain;
f. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga;
g. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
Bank umum di Indonesia dilihat dari kepemilikannya terdiri atas:
a. Bank pemerintah, seperti BRI, BNI, BTN.
b. Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD DKI Jakarta.
c. Bank Swasta Nasional Devisa, seperti BCA, NISP, Bank Danamon.
d. Bank Swasta Nasional Bukan Devisa.
e. Bank Campuran, contoh Sumitomo Niaga Bank.
f. Bank Asing, seperti Bank of America, Bank of Tokyo.
b. Bank Pembangunan Daerah (BPD), seperti BPD DKI Jakarta.
c. Bank Swasta Nasional Devisa, seperti BCA, NISP, Bank Danamon.
d. Bank Swasta Nasional Bukan Devisa.
e. Bank Campuran, contoh Sumitomo Niaga Bank.
f. Bank Asing, seperti Bank of America, Bank of Tokyo.
Bank umum ada yang disebut Bank Devisa dan Bank Non Devisa:
- Bank Umum Devisa artinya yang ruang lingkup gerak operasionalnya sampai ke luar negeri.
- Bank Umum Non Devisa artinya ruang lingkup gerak operasionalnya di dalam negeri saja.
- Bank Umum Non Devisa artinya ruang lingkup gerak operasionalnya di dalam negeri saja.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Menurut
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, yang dimaksud Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk
deposito berjangka, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu.
Usaha-usaha Bank Perkreditan Rakyat, diantaranya:
1. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, dan tabungan;
2. memberi kredit;
3. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah; dan
4. menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Pembagian
bank selain didasarkan Undang-Undang Perbankan dapat juga dibagi
menurut kemampuan bank menciptakan alat pembayaran, yang meliputi:
1. Bank
Primer yaitu bank yang dapat menciptakan alat pembayaran baik berupa
uang kartal maupun uang giral. Bank yang termasuk kelompok ini adalah:
a. Bank Sentral atau Bank Indonesia sebagai pencipta uang kartal. Selain itu tugas Bank Sentral diantaranya:
- menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter;
- mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran; dan
- mengatur dan mengawasi bank.
b. Bank Umum sebagai pencipta uang giral (uang yang hanya berlaku secara khusus dan tidak berlaku secara umum).
2. Bank
Sekunder yaitu bank yang tidak dapat menciptakan alat pembayaran dan
hanya berperan sebagai perantara dalam perkreditan yang tergolong dalam
bank ini adalah Bank Perkreditan Rakyat.
C. BENTUK DAN PRODUK-PRODUK BANK
Beberapa
bentuk produk perbankan berupa pemberian kredit, pemberian jasa
pembayaran dan peredaran uang, serta bentuk jasa perbankan lainnya.
Untuk penjelasannya sebagai berikut:
1. Pemberian kredit dengan berbagai macam bentuk jaminan atau tanggungan misalnya tanggungan efek
2. Memberikan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang yang terdiri:
a. Lalu lintas pembayaran dalam negeri seperti transfer, inkaso.
b. Lalulintas
pembayaran luar negeri seperti pembukaan L/C (Letter of Credit) yaitu
surat jaminan bank untuk transaksi ekspor-impor.
3. Jasa-jasa perbankan lainnya yang meliputi:
a. Jual-beli cek perjalanan (travellers cheque)
b. Jual-beli uang kertas (bank note)
c. Mengeluarkan kartu kredit (Credit Card)
d. Jual-beli valuta asing.
e. Pembayaran listrik, telepon, gaji, pajak
f. Menyiapkan kotak pengaman simpanan (safe deposite box)
4. Bentuk-bentuk simpanan di Bank
-
- Giro adalah simpanan pada bank yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
- Deposito Berjangka adalah simpanan pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
- Sertifikat Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan.
- Tabungan adalah simpanan pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati.
D. LEMBAGA KEUANGAN NON-BANK
Pengertian
lembaga keuangan non Bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di
bidang keuangan, yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana terutama dengan jalan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkan
dalam masyarakat terutama guna membiayai investasi perusahaan. Lembaga
keuangan berkembang sejak tahun 1972, dengan tujuan untuk mendorong
perkembangan pasar modal serta membantu permodalan perusahaan-perusahaan
ekonomi lemah.
Jenis-jenis lembaga keuangan meliputi:
1. Lembaga pembiyaan pembangunan contoh PT. UPINDO
2. Lembaga perantara penerbit dan perdagangan surat-surat berharga contoh PT. Danareksa.
3. Lembaga keuangan lain seperti :
a. Perusahaan
Asuransi yaitu perusahaan pertanggungan sebagaimana yang dijelaskan
dalam kitab Undang-Undang Hukum Perniagaan ayat 246.
b. PT.
Pegadaian (Persero) yaitu Perusahaan milik Pemerintah yang ditugasi
untuk membantu rakyat, meminjami uang secara perorangan dengan
menjaminkan barang-barang bergerak maupun tak bergerak.
c. Koperasi
Kredit yaitu sejenis koperasi yang kegiatan usahanya adalah
mengumpulkan dana anggota melalui simpanan dan menyalurkan kepada
anggota yang membutuhkan dana dengan cara pemberian kredit.
Perlu
Anda ketahui, selain lembaga keuangan yang resmi ada juga lembaga
keuangan non bank yang tidak resmi seperti pengijon dan rentenir, akan
tetapi keberadaan lembaga keuangan informal ini terkadang banyak
merugikan masyarakat.
E. Pengertian Kredit
Kata kredit berasal dari bahasa latin Credere berarti kepercayaan. Jadi kredit yaitu memberikan benda, jasa, uang, sekarang dengan pembayaran atau balas jasa di kemudian hari.
Rollin G. Thomas mendefinisikan “ bahwa kredit adalah kepercayaan atas
kemampuan si peminjam untuk membayar sejumlah uang pada masa yang akan
dating “
Jadi
dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kredit mencakup dua
pihak yaitu pihak yang memberi dan pihak yang menerima. Apa yang
diserahkan sekarang merupakan prestasi, sedang pembayaran, pengembalian
maupun balas jasa di masa yang akan datang merupakan kontra prestasi.
E 1. Syarat Kredit
Sesuai
dengan asal kata kredit yang berarti kepercayaan maka kredit dapat
berlangsung bila ada kepercayaan terhadap penerima kredit. Kepercayaan
tersebut banyak tergantung kepada kelayakan seseorang atau badan usaha.
Kelayakan seseorang atau badan usaha penerima kredit dipengaruhi oleh 5C
yaitu:
a. Character
atau tabiat serta kemauan pemohon untuk memenuhi kewajiban. Perlu
diteliti tentang kebiasaan kepribadian, cara hidup dan keadaan keluarga
serta moral.
b. Capacity
yaitu kemampuan, kepandaian dan ketrampilan menggunakan kredit yang
diterima sehingga memperoleh kemajuan, keuntungan serta mampu melunasi
kewajiban atau utangnya.
c. Capital yaitu modal seseorang atau badan usaha penerima kredit. Tidak semua modal harus bersumber dari kredit.
d. Collateral,
yaitu kepastian berupa jaminan yang dapat diberikan oleh penerima
kredit. Anggunan atau jaminan sebagai alat pengaman dari ketidakpastian
pada waktu yang akan datang pada saat kredit harus dilunasi.
e. Condition of economies yaitu dalam rencana pelepasan kredit harus mampu melihat ke depan, yaitu bagaimana keadaan perekonomian masa yang akan datang.
E.2. Peranan Kredit Dalam Perekonomian
Dalam
kehidupan perekonomian, fungsi kredit makin lama makin memegang peranan
yang sangat penting karena dengan adanya kredit dapat :
1. meningkatkan daya guna uang;
2. meningkatkan peredaran dan lalu-lintas uang;
3. meningkatkan daya guna dan peredaran barang;
4. menjadi salah satu alat stabilitas ekonomi;
5. meningkatkan kegairahan berusaha;
6. meningkatkan pemerataan pendapatan; dan
7. menjadi alat untuk meningkatkan hubungan internasional.
E 3. Kebaikan dan Keburukan Kredit
Kredit
selain mempunyai peranan kehidupan perekonomian tentunya akan
menimbulkan dampak yang bersifat positif dan negatif, hal ini tentunya
wajar saja dalam kehidupan masyarakat. Memang mengenai baik buruknya
kredit bagi semua orang menyebabkan kita harus berhati-hati baik memberi
kredit maupun menerima kredit. Adapun kebaikan dan keburukan kredit
akan kita jabarkan di bawah ini.
Kebaikan kredit:
a. menambah produktivitas modal uang;
b. memajukan urusan tukar-menukar seperti wesel, promes dan lain-lain;
c. mempercepat peredaran barang-barang;
d. dapat membuka usaha baru.
a. menambah produktivitas modal uang;
b. memajukan urusan tukar-menukar seperti wesel, promes dan lain-lain;
c. mempercepat peredaran barang-barang;
d. dapat membuka usaha baru.
Keburukan kredit:
a. memberikan kemungkinan untuk berspekulasi;
b. memberikan kesempatan para konsumen meminjam melebihi daya kemampuan (besar pasak daripada tiang);
c. menyebabkan produksi yang sangat berlebihan;
d. perluasan kredit akan menimbulkan inflasi; dan
e. mendorong masyarakat mengarah pada sifat konsumtif.
a. memberikan kemungkinan untuk berspekulasi;
b. memberikan kesempatan para konsumen meminjam melebihi daya kemampuan (besar pasak daripada tiang);
c. menyebabkan produksi yang sangat berlebihan;
d. perluasan kredit akan menimbulkan inflasi; dan
e. mendorong masyarakat mengarah pada sifat konsumtif.
Sumber-Sumber-Dana-Bank
Sumber-sumber dana bank berasal dari :
1. Dana yang berasal dari bank itu sendiri
1. Dana yang berasal dari bank itu sendiri
Sumber
dana ini merupakan sumber dana dari modal sendiri. Modal sendiri
maksudnya adalah modal setoran dari para pemegang sahamnya sendiri.
Apabila saham yang terdapat dalam portepel belum habis terjual,
sedangkan kebutuhan dana masih perlu, maka pencariannya dapat dilakukan
dengan menjual saham kepada pemegang saham lama. Akan tetapi jika tujuan
perusahaan untuk melakukan ekspansi, maka perusahaan dapat mengeluarkan
saham baru dan menjual saham baru tersebut dipasar modal. Disamping itu
pihak perbankan dapat pula menggunakan cadangan-cadangan laba yang
belum digunakan.
Secara garis besar pencarian dana terdiri dari :
a. Setoran modal dari pemegang saham
b.
Cadangan-cadangan bank, maksudnya adalah cadangan-cadangan laba pada
tahun lalu yang tidak dibagi kepada para pemegang sahamnya. Cadangan ini
sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang akan datang.
c.
Laba bank yang belum dibagi, merupakan laba yang memang belum dibagikan
pada tahun yang bersangkutan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai modal
untuk sementara waktu.
Keuntungan dari sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif besar daripada jika meminjam ke lembaga lain.
Keuntungan dari sumber dana sendiri adalah tidak perlu membayar bunga yang relatif besar daripada jika meminjam ke lembaga lain.
2. Dana yang berasal dari masyarakat luas
Sumber
dana ini merupakan sumber dana terpenting bagi kegiatan operasi bank
dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya
dari sumber dana ini. Pencarian dana dari sumber ini relatif paling
mudah jika dibandingkan dengan sumber lainnya dan pencarian dana dari
sumber dana ini paling dominan, asal dapat memberikan bunga dan
fasilitas menarik lainnya menarik dana dari sumber ini tidak terlalu
sulit. Akan tetapi pencarian sumber dana dari sumber dana ini relatif
lebih mahal jika dibandingkan dari dana sendiri. Adapun sumber dana dari
masyarakat luas dapat dilakukan dalam bentuk :
a. Simpanan Giro
Menurut Undang-undang Perbankan No.10 tahun 1998 tanggal 10 November 1998 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan.
Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan atau yang dapat dipersamakan dengan itu.
Pengertian
dapat ditarik setiap saat maksudnya bahwa uang yang sudah disimpan di
rekening giro tersebut dapat ditarik berkali-kali dalam sehari, dengan
catatan dana yang tersedia masih mencukupi. Kemudian juga harus memenuhi
persyaratan lain yang ditetapkan oleh bank yang bersangkutan.
Sedangkan pengertian penarikan adalah diambilnya uang tersebut dari rekening giro sehingga menyebabkan gito tersebut berkurang, yang ditarik secara tunai maupun ditarik secara non tunai (pemindahan-bukuan). Penarikan secara tunai adalah dengan menggunakan cek dan penarikan non tunai adalah dengan menggunakan bilyet giro (BG).
Sedangkan pengertian penarikan adalah diambilnya uang tersebut dari rekening giro sehingga menyebabkan gito tersebut berkurang, yang ditarik secara tunai maupun ditarik secara non tunai (pemindahan-bukuan). Penarikan secara tunai adalah dengan menggunakan cek dan penarikan non tunai adalah dengan menggunakan bilyet giro (BG).
b. Simpanan Tabungan
Menurut
UU Perbankan No.10 1998 tabungan adalah simpanan yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati,
tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro dan atau lainnya yang
dipersamakan dengan itu.
Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Selain itu harus sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Kemudian dalam hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan penabung.
Syarat-syarat penarikan tertentu maksudnya adalah sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat antara bank dengan si penabung. Selain itu harus sesuai dengan perjanjian sebelumnya. Kemudian dalam hal sarana atau alat penarikan juga tergantung dengan perjanjian antara keduanya yaitu bank dan penabung.
c. Simpanan Deposito
Menurut
UU Perbankan No.10 1998 yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu ter tentu berdasarkan
perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Artinya
jika nasabah deposan menyimpan uangnya untuk jangka waktu 3 bulan, maka
uang tersebut baru dapat dicairkan setelah jangka waktu tersebut
berakhir dan sering disebut tanggal jatuh tempo.
Sarana
atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat
tergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito
mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda
pula.
3. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya
Sumber
dana yang ketiga ini merupakan tambahan jika bank mengalami kesulitan
dalam pencarian sumber dana pertama dan kedua diatas. Pencarian sumber
dana ini relatif mahal dan sifatnya hanya sementara waktu saja. Kemudian
dana yang diperoleh dari sumber dana ini digunakan untuk membiayai atau
membayar transaksi-transaksi tertentu. Perolehan dana dari sumber ini
antara lain dapat diperoleh dari :
1.
Kredit likuiditas dari Bank Indonesia, merupakan kredit yang diberikan
Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditasnya.
Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor
tertentu.
2.
Pinjaman antar bank, biasanya pinjaman ini diberikan kepada bank-bank
yang mengalami kalah kliring didalam lembaga kliring. Pinjaman ini
bersifat jangka pendek dengan bunga yang relatif tinggi.
3. Pinjaman dari bank-bank luar negeri. Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri.
4.
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU). Dalam hal ini pihak perbankan
menerbitkan SBPU kemudian diperjualbelikan kepada pihak yang berminat,
baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.
Jenis-Jenis-Alokasi-Dana-Bank
Primary Reserve (cadangan primer)
Prioritas
utama dalam alokasi dana adalah menempatkan dana untuk memenuhi
ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia (sebagai pembina dan pengawas
bank). Dana-dana akan dialokasikan untuk memenuhi ketentuan likuiditas
wajib minimum atau disebut juga giro wajib minimum karena penempatannya
berupa giro bank umum pada Bank Indonesia.
Primary
reserve merupakan sumber utama bagi likuiditas bank, terutama untuk
menghadapi kemungkingan terjadinya penarikan oleh nasabah bank, baik
berupa penarikan dana masyarakat yang disimpan pada bank tersebut maupun
penarikan (pencairan) kredit atau credit disbursement sesuai dengan
kesepakatan yang dibuat antara pihak bank dan debitor kredit dalam
perjanjian kredit yang dibuat di hadapan notaris publik.
Dengan
demikian, pembentukan cadangan primer atau primary reserve dimaksudkan
untuk memenuhi ketentuan likuiditas wajib minimum, keperluan operasi
bank, semua penarikan simpanan, dan permintaan pencairan kredit dari
nasabah. Di samping itu, cadangan primer juga digunakan untuk
penyelesaian kliring antar bank dan kewajiban-kewajiban bank lainnya
yang harus segera dibayar. Dalam
prakteknya, primary reserve adalah dana kas dan saldo rekening koran
bank pada Bank Indonesia dan bank-bank lainnya, serta warkat-warkat
dalam proses penagihan. Komponen-komponen ini sering pula disebut
sebagai alat-alat likuid.
Secondary Reserve (cadangan sekunder)
Prioritas
kedua di dalam alokasi dana bank adalah penempatan dana-dana ke dalam
noncash liquid asset (aset likuid yang bukan kas) yang dapat memberikan
pendapatan kepada setiap saat dapat dijadikan urang tunai tanpa
mengakibatkan kerugian pada bank. Surat-surat berharga tersebut antara
lain :
- surat berharga pasar uang atau SBPU,
- sertifikat Bank Indonesia atau SBI,
- surat berharga jangka pendek lainnya.
Tujuan utama dari
secondary reserve adalah untuk dijadikan sebagai suplement (pelengkap)
atau cadangan pengganti bagi primary reserve. Karena sifatnya yang dapat
menghasilkan pendapatan bagi bank selain berfungsi sebagai cadangan,
secondary reserve dapat memberikan dua manfaat bagi bank, yaitu untuk
menjaga likuiditas dan meningkat profitabilitas bank.- sertifikat Bank Indonesia atau SBI,
- surat berharga jangka pendek lainnya.
Cadangan sekunder atau secondary reserve digunakan untuk berbagai kepentingan, antara lain sebagai berikut :
1.Memenuhi kebutuhan likuiditas yang bersifat jangka pendek, seperti penarikan simpanan oleh nasabah deposan dan pencairan kredit dalam jumlah besar yang telah diperkirakan.
2.Memenuhi kebutuhan likuiditas yang segera harus dipenuhi dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang sebelumnya tidak diperkirakan.
3.Sebagai tambahan apabila cadangan primer tidak mencukupi.
4.Memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek yang tidak diperkirakan dari deposan dan penarikan (disbursement) dari debitor.
Karena kebutuhan-kebutuhan likuiditas ini tidak semuanya dapat diperkirakan, maka cadangan sekunder ini ditanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka pendek yang mudah diperjualbelikan. Di indonesia, instrumen cadangan sekunder dapat berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SPBU), dan Sertifikat Deposito.
Loan Portfolio (Kredit)
Prioritas ketiga dalam alokasi dana bank adalah penyaluran kredit (loan). Dasar pemikirannya adalah setelah banh mencukupi primary reserve serta kebutuhan secondary reserve-nya (yang merupakan supllement bagi primary reserve), bank baru dapat menentukan besarnya volume kredit yang akan diberikan.
Dalam praktek perbankan di Indonesia, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan bank sentral (Bank Indonesia) sebagai pembina dan pengawas bank umum, penentuan besarnya volume kredit dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1.Reserve requirement (RR)
Reserve requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya RR telah mengalami perubahan sebagai berikut.
a.Sebelum Pakto’88 : sebesar 10%
b.Setelah Pakto’88 : sebesar 2%
c.Pada tahun 1996 : sebesar 3%
d.Sejak tahun 1997 : sebesar 5%
2.Loan to deposit ratio (LDR)
Loan
to deposit ratio adalah antara besarnya seluruh volume kredit yang
disalurkan oleh bank dan jumlah penerimaan dana dari berbagai sumber.
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tanggal 29 Mei 1993, dana yang
dihimpun bank dalam penerapan rasio tersebut adalah dana masyarakat/dana
pihak ketiga, kredit likuiditas Bank Indonesia atau KLBI (jika ada),
dan modal inti bank. Dalam Bab 13 buku ini, diuraikan bahwa rasio LDR
dianggap sebagai tolok ukur untuk menilai kesehatan suatu bank dilihat
dari segi likuiditasnya.
3.Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Batas
Maksimum Pemberian Kredit adalah ketentuan tentang tidak
diperbolehkannya suatu bank untuk memberikan kredit (baik kepada nasabah
tunggal maupun kepada nasabah grup) yang besarnya melebihi 20% dari
besarnya modal bank yang bersangkutan.
Ketiga ketentuan perbankan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberanian para eksekutif perbankan untuk memperbesar volume kreditnya dalam rangka mengejar profitabilitas yang tinggi. Atas dasar itulah, ketiga (ketentuan) di atas dapat dianggap sebagai patokan likuiditas bagi bank dalam melakukan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian bank) dan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan bank.
Ketiga ketentuan perbankan tersebut sangat berpengaruh terhadap keberanian para eksekutif perbankan untuk memperbesar volume kreditnya dalam rangka mengejar profitabilitas yang tinggi. Atas dasar itulah, ketiga (ketentuan) di atas dapat dianggap sebagai patokan likuiditas bagi bank dalam melakukan prinsip prudential banking (prinsip kehati-hatian bank) dan sangat berpengaruh pada tingkat kesehatan bank.
Suatu
hal yang patutu diingat adalah bahwa pemberian kredit merupakan
aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi
risiko yang terbesar dalam bank juga bersumber dari pemberian kredit.
Portfolio InvestmentPrioritas terakhir di dalam alokasi dana bank adalah dengan mengalokasikan sejumlah dana tertentu pada investasi portfolio (portfolio investment). Alokasi dana bank ke dalam kategori ini adalah dana sisa (residual fund) setelah penanaman dalam bentuk pinjaman (kredit) telah memenuhi kriteria atau target tertentu. Investasi ini berupa penanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang atau surat-surat berharga ini bertujuan untuk memberikan tambahan pendapatan dan likuiditas bank. Karena pengalokasian dana untuk jenis ini dalah mengharapkan pendapatan yang memadai bagi bank, maka sifat aktiva ini biasanya lebih permanen atau berjangka panjang. Instrumen untuk portfolio investment yang agak aman adalah dalam bentuk obligasi dengan berbagai jenisnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan penanaman dana dalam bentuk portfolio investment adalah :
1.tingkat bunga (untuk jenis obligasi),
2.capital gain yang mungkin bisa diraih (untuk jenis saham),
3.kualitas atau keamanan (terutama untuk jenis saham),
4.mudah diperjualbelikan,
5.jangka waktu jatuh temponya (untuk obligasi, sertifikat deposito),
6.pajak yang harus dibayar,
7.diversifikasi (jangan ditanam pada satu jenis portofolio),
8.ekspektasi (harapan akan keuntungan di masa datang).
Penanaman dana pada kategori ini tercantum dengan nama other securities (efek-efek) yang berbentuk saham, obligasi, dan surat-surat berharga derivatif (right, warrant, option).
Fixed Assets (Aktiva Tetap)
Alokasi atau penanaman dana bank yang terakhir (meskipun tidak dikaitkan dengan strategi menjaga likuiditas bank) adalah penanaman modal dalam bentuk aktiva tetap (fixed assets), seperti pembelian tanah, pembangunan gedung kantor bank (baik untuk kantor pusat, kantor cabang, cabang pembantu maupun kantor kas), peralatan operasional bank, seperti komputer, facsimilie, sistem komunikasi antarcabang (on line system), kendaraan bermotor, dan aktiva tetap lainnya. Investasi tersebut di atas termasuk aktiva tetap berbentuk hardware, software, konsultan, bantuan teknis, dan lain-lainnya yang ditujukan untuk memperlancar kegiatan operasional bank.
MANAJEMEN LIKUIDITAS
Likuiditas
pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang
memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh
tempo. Atau dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi
kewajiban pada saat ditagih gaik yang dapat diduga ataupun yang tidak
terduga
Dalam
perbankan manajemen likuiditas adalah salah satu hal yang penting dalam
memelihara kepercayaan masyarakat terhadap bank tersebut. Untuk itu
setiap bank yang beroperasi sangat menjaga likuiditasnya agar pada
posisi yang ideal. Dalam manajemen likuidtas bank berusaha untuk
mempertahankan status rasio likuiditas, memperkecil dana yang menganggur
guna meningkatkan pendapatan dengan resiko sekecil mungkin, serta
memenuhi kebutuhan cashflownya
Jadi
tujuan manajemen likuiditas adalah mencapai cadangan yang dibutuhkan
yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalu tidak dipenuihi akan
kena pinalti dari Bank sentral, kedua memperkecil dana yang menganggur
karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas
bank, dan mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman
Dalam
likuiditas terdapat dua resiko yaitu resiko ketika kelebihan dana
dimana dana yang ada dalam bank banyak yang idle, hal ini akan
menimbulkan pengorbanan tingkat bunga yang tinggi. Kedua resiko ketika
kekurangan dana, akibatnya dana yang tersedia untuk mencukupi kebutuhan
kewajiban jangka pendek tidak ada. Dan juga akan mendapat pinalti dari
bank sentral. Kedua keadaan ini tidak diharapkan oleh bank karena akan
mengganggu kinerja keuangan dan kepercayaan masyarkat terhadap bank
tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika bank mengharapkan
keuntungan yang maksimal akan beresikopada tingkat likuiditas yang
rendah atau ketika likuiditas tinggi berarti tingkat keuntungan tidak
maksimal.disini tearjadi konflik kepentingan antara mempertahankan
likuiditas yang tinggi dan mencari keuntungan yang tinggi.
Pengeleloan
likuiditas sangat penting bagi bank terutama untuk mengatasi resiko
likuiditas yang disebabkan oleh dua hal diatas. Untuk menjaga agar
resiko likuiditas ini tidak terjadi kebijakan manajemen likuiditas yang
dapat dilakukan antara lain dengan menjaga asset jangka pendek, seperti
kas, memelihara earning assetnya yang dapat dijual dengan mudah dll.
Namun
ketika resiko tersebut menjaga likuiditas tersebut terdapat beberapa
cara yang dapat dilakukan oleh bank. Pertama dengan melakukan transaksi
di pasar uang antar bank (interbank call money market) yaitu penempatan
dana (placement/leding) dan pinjaman dana (deposit/taken/borrowing)
dalam rupiah atau dengan mata uang lainnya. Kedua dengan menempatkan
dana di SBI (sertifikat bank Indonesia). Ketiga membeli surat berharga
pasar uang (SBPU), keempat melalui transaksi pasar lewat broker. Dimana
kesemuanya itu dalam bentuk kontrak pinjam atau utang. Dimana diwaktu
jatuh tempo bank mendapatkan dananya kembali ditambah dengan bunga yang
telah ditetapkan
Pasar
uang diatas sangat likuid untuk memenuhi kebutuhan likuiditasnya ketika
kekurangan dana. Disamping itu juga aman unutuk menempatkan kelebihan
dana sehingga dana yang idle dapat menghasilkan keuntungan bagi bank
sehingga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan untukmembayar bunga.
Pendahuluan
• Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasi bank.
• Hal ini karena menyangkut dana pihak ke tiga (DPK) yang sebagian besar sifatnya jangka pendek.
• Pengelola bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu.
• Perkiraan kebutuhan likuiditas dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank.
Definisi likuiditas• Pengelolaan likuiditas merupakan masalah yang sangat kompleks dalam kegiatan operasi bank.
• Hal ini karena menyangkut dana pihak ke tiga (DPK) yang sebagian besar sifatnya jangka pendek.
• Pengelola bank harus memperhatikan seakurat mungkin kebutuhan likuiditas untuk jangka waktu tertentu.
• Perkiraan kebutuhan likuiditas dipengaruhi oleh perilaku penarikan nasabah, sifat dan jenis sumber dana yang dikelola bank.
• Likuiditas bank berkaitan dengan kemampuan suatu bank untuk menghimpun sejumla tertentu dana dengan biaya tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. (Joseph E Burns)
• Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi semua penarikan dana oleh nasabah deposan, kewajiban yang telah jatuh tempo dan memenuhi permintaan kredit tanpa penundaan. (Oliver G. Wood, Jr)
• Likuiditas berarti memiliki sumber dana yang cukup tersedia untuk memenuhi semua kewajiban (Wiliam M. Glavin)
Definisi manajemen likuiditas
Manajemen likuiditas melibatkan perkiraan permintaan dana oleh masyarakat dan penyediaan cadangan untuk memenuhi semua kebutuhan. (Duane B. Graddy). Sedangkan menurut Oliver G Wood, Jr, manajemen likuiditas melibatkan perkiraan sumber dana dan penyediaan kas secara terus menerus baik kebutuhan jangka pendek atau musiman maupun kebutuhan jangka panjang.
Sumber-sumber likuiditas
Sumber kebutuhan likuiditas bank berasal dari adanya kebutuhan antara lain untuk memenuhi:
• Ketentuan likuiditas wajib (reserve requirement) atau cash ratio
• Saldo rekening minimum pada bank koresponden
• Penarikan simpanan dalam operasional bank sehari-hari
• Permintaan kredit dari masyarakat
Tujuan manajemen likuiditas
• Menjaga posisi likuiditas bank agar selalu berada pada posisi yang ditentukan bank sentral;
• Mengelola alat-alat likuid agar selalu dapat memenuhi semua kebutuhan cash flow, termasuk kebutuhan yang tidak diperkirakan, misalnya penarikan yang tiba-tiba terhadap sejumlah giro atau deposito berjangka yang belum jatuh tempo;
• Sedapat mungkin memperkecil adanya idle funds.
Dalam rangka menjaga posisi likuiditas dan proyeksi cashflow agar selalu berada dalam posisi aman, terutama dalam kondisi tingkat bunga berfluktuasi, beberapa strategi yang dapat dikembangkan oleh bank sbb (Raflus Rax, 1996):
• Memperpanjang jatuh tempo semua kewajiban bank, kecuali bila tingkat bunga cenderung mengalami penurunan;
• Melakukan diversifikasi sumber dana bank;
• Menjaga keseimbangan jangka waktu aset dan kewajiban;
• Memperbaiki posisi likuidias antara lain mengalihkan aset yang kurang marketable menjadi lebih marketable.
Bank dianggap likuid apabila:
• Memiliki sejumlah likuiditas / memegang alat-alat likuid, cash assets (uang kas, rekening pada bank sentral dan bank lainnya) sama dengan jumlah kebutuhan likuiditas yang diperkirakan.
• Memiliki likuiditas kurang dari kebutuhan, tetapi bank memiliki surat-surat berharga yang segera dapat dialihkan menjadi kas, tanpa mengalami kerugian baik sebelum / sesudah jatuh tempo.
• Memiliki kemampuan untuk memperoleh likuiditas dengan cara menciptakan uang, misalnya penggunaan fasilitas diskonto, call money, penjualan surat berharga dengan repurchase agreement (repo)
Ketentuan likuiditas wajib minimum
• Bank dalam menghimpun dana diwajibkan memelihara sejumlah likuiditas tertentu dari total DPK yang dihimpun oleh bank dlm periode tertentu.
• Jumlah likuiditas wajib minimum tsb harus ditempatkan dalam rekening giro bank ybs pada bank sentral. Oki/ disebut Giro Wajib Minimum (GWM)
• Ketentuan BI: GWM Rupiah adalah 5% dari total DPK Rupiah yang dihitung rata-rata harian dalam satu minggu dan harus dilaporkan ke BI
• GWM dibedakan dalam 2 kategori: GWM rupiah (5%) dan GWM valas (3%)
• Pelaporan GWM valas dilakukan oleh bank devisa, sedangkan pelaporan GWM rupiah dilakukan oleh bank devisa dan bukan bank devisa termasuk pula BPR
• Perhitungan GWM bagi analis luar menggunakan data keuangan bank yang dipublis di media.
• Ketentuan BI bank wajib mempublis laporan keuangan setiap triwulan (per 31 Maret, 30 Juni, 30 September, dan 31 Desember)
• Perhitungan GWM: Jumlah Saldo Giro pada BI / Jumlah DPK X 100% = > 5%
Manajemen likuiditas bank syariah
Dalam
bank syariah secara konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank
konvensional. Baik itu dari segi tujuan dan resiko yang akan dihadapi
oleh bank syariah. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan
ketika melakukan kontrak. Selama in alat untuk manajemen likuiditas
dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan
akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank syariah) dan SWBI
(surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah. Semuanya ini
adalah instrument yang likuid untuk menjaga likuiditas bank.
Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan
meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA,
sebaliknya bila kelebihan likuiditas maka akan ditempatkannya pada bank
lain (PUAS) atau dengan membeli SWBI atau SIMA.
Sedikitnya
alat likuiditas bank syariah, membuat para praktisi memutar otak untuk
mencari solusi yang dapat memperluas instrument likuiditas bank syariah.
Maka dari itu untuk mengakomodir permintaan akan instrument likuiditas
yang lain, dibuatlah instrument derivative future kontrak ini dengan salah akad yang digunakan adalah murabahah yang akan menjadi focus kajian kali ini.
Jadi
pada prinsipnya manajemen bank baik konvensional maupun syariah tidak
jauh berbeda. Yang membedakan dan yang ditekankan adalah bagaimana cara
mendapatkan dana tersebut haruslah sesuai dengan syariah.
Sumber : http://bayu96ekonomos.wordpress.com/modul-materikuliah/bank-lembaga-keuangan-lain-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar